Namaku Thalia.
Aku adalah tipikal orang yang suka berorganisasi. Bagiku, bisa bertemu dan
berkenalan dengan banyak orang adalah hal yang menarik.
###
“Tha..lihat
Tha! Ini nama kamu! Kamu masuk Tha!” cewek 159 cm berambut lurus sebahu itu
langsung memeluk temannya yang berdiri disampingnya. Keduanya bahkan melompat-lompat
kegirangan.
“Kamu
nggak lupa janji kamu buat nraktir aku kan Tha?” mata cewek itu melirik. Thalia
diam tak memberikan respon, bibirnya hanya melukiskan senyum kebahagiaan yang
tak ia lepaskan sedikitpun.
“Tha?”
suara cewek itu kini terdengar khawatir. Mata Thalia menyipit, ia menganggukan
kepala. Melihat anggukan Thalia cewek itu tersenyum lega. Merekapun
bergandengan tangan pergi meninggalkan papan pengumuman yang dipasang tepat
didepan Ruang OSIS.
###
Dikelilingi
teman-teman yang baik membuatku bisa melupakan rasa lelah yang aku dapatkan
dari kesibukan OSIS.
###
“Baik
teman-teman, rapat hari ini saya rasa sudah cukup. Terimakasih atas kerjasama
teman-teman semua.” Dengan nada penuh kewibawaan, Indra menutup jalannya rapat
OSIS yang melelahkan ini. Bayangkan saja, rapat yang dimulai pukul 14.00 baru
bisa diakhiri pukul 20.00. Bagi Indra -ketua OSIS- ini belumlah apa-apa, ia
pernah lembur sampai jam 23.00 di sekolah.
Digerbang
sekolah tampak seorang cewek berdiri gelisah. Berulang kali ia memandangi jam tangannya.
Menggigit bibirnya menahan kegelisahan. Tanpa disadari sebuah motor Ninja telah
berhenti tepat disamping cewek itu. Perlahan diarahkan kedua mata beningnya
menuju si pengendara motor. Cowok diatas motor membuka helm cakil yang menutupi
wajahnya.
“Kamu
Thalia anak kelas X kan?” ucapnya diiringi senyuman ramah, manis sekali.
“Iya,
kok Kak Indra tahu?” Indra tertawa mendengar jawaban polos Thalia.
“Kamu
pikir aku ini Ketua OSIS macam apa Tha? Sampai nggak ngenalin anggotanya
sendiri.” Thalia memalingkan mukanya yang tersipu malu.
“Kok
belum pulang? Didalem udah ngga ada siapa-siapa lagi loh, kamu nungguin siapa?”
Indra sedikit mengerutkan alis hitamnya.
“A
aku…aku…aku lagi nunggu jemputan kok Kak.” Jawab Thalia terbata-bata.
“Dari
setengah jam yang lalu kamu belum dijemput?” Tukas Indra. Thalia kaget mendengar
ucapan Indra, refleks dilihatnya wajah Indra. Kedua mata mereka kini bertemu. Merasa
usahanya berbohong sia-sia, Thalia cepat-cepat menunduk.
“Kamu
rumahnya mana? Biar aku yang nganter kamu pulang.” Ujar Indra.
###
Waah…apa ini?
Pipiku memerah, degup jantungku juga bertambah cepat jika bertemu dengan Kak
Indra. Aaaaa…aku malu.
###
“Ra,
temenin aku ke toko buku yuk? Mau ya?”
suara Thalia direndahkan dari biasanya.
“Mmm…mau
ngga ya?” jawabnya dengan mengerakan bola matanya kearah Thalia.
“Kara…please.”
Thalia menyatukan kedua tangannya dan diletakkan dibawah janggutnya disertai
pejaman mata -memohon-.
Kara
menarik nafas dalam. “Yuk ke toko buku.” Ucapnya kemudian. Thalia lantas
nyengir mendapati jawaban sahabatnya ini.
Selesai
mengemasi barang-barangnya. Thalia dan Kara jalan bergandengan tangan menuju
tempat parkir. Tak disengaja keduanya bertemu dengan Indra.
“Kakak…”
mata Thalia membulat.
“Hei
Tha, kamu sekarang bawa motor?” Indra terseyum. Senyum yang ia tujukan untuk
Thalia.
“E..h…iya,
soalnya takut kaya kemaren lagi.” Thalia tertawa gugup, ia menyadari degup
jantungnya berdetak semakin cepat. “Oh iya Kak…kenalin ini temenku, Kara.”
Entahlah, hanya itu kata-kata yang terfikir oleh Thalia untuk menutupi
kegugupannya.
“Salam
kenal, aku Indra.” Indra menjulurkan tangan yang telah terbalut oleh sarung
tangan hitamnya.
###
To be continued
Posting Komentar