H.N Azizah


10 tahun? 10 tahun? 10 tahun? Seberapa lamakah 10 tahun itu? Apakah 10 tahun itu lama? Atau malah sebaliknya?
10 tahun akan memakan waktu kurang lebih 87.600 jam. 5 digit angka yang bisa berjalan dengan sangat lambat. Tapi bukan tidak mungkin 5 digit itu akan berlalu dengan cepat tanpa kita sadari. Semua itu bergantung dengan apa yang kita lakukan selama 10 tahun tersebut.
Banyak kejadian yang pasti akan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun. Sebagian besar dari kejadian-kejadian itu kita sendiri yang menentukan. Sebab, apa yang kita lakukan kemarin akan membawa kita pada hari ini, sedangkan apa yang membawa kita pada hari esok adalah apa yang kita lakukan pada hari ini. Hubungan yang cukup menarik.
Untuk 10 tahun yang akan datang, banyak hal yang ingin aku capai. Bisa dikatakan sebagai target hidup. Atau mungkin lebih dikenal sebagai cita-cita. Aku sendiri mendengar istilah cita-cita sejak masih kanak-kanak. Dulu, saat ditanya apa cita-citaku aku selalu menjawab, “Pengin jadi guru kuliahan yang punya mobil. Soalnya mobil kan rodanya empat jadi ngga jatuh, kalo motor kan bisa jatuh.” Ya, itu jawabanku dulu. Saat aku sama sekali tidak mempertimbangkan hal apapun dalam menentukan target hidup.
Pada dasarnya aku adalah orang yang suka bermimpi. Seorang motivator mengatakan padaku, “Bermimpilah selagi mimpi itu masih gratis. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan untuk mewujudkan mimpimu itu.” Atau ada juga yang mengatakan, “Gantungkanlah mimpimu pada bintang tertinggi dilangit, dengan begitu sekalipun kau jatuh kau tetap berada pada bintang-bintang lainnya.”
Aku punya banyak mimpi. Banyak hal yang ingin aku raih. Banyak hal yang ingin aku rasakan. Banyak hal yang ingin aku lewati dalam 10 tahun mendatang. Aku ingin mencari banyak pengalaman. Sebab, dengan pengalaman itulah aku bisa belajar menjadi orang yang lebih baik kedepannya. Guru terbaik adalah pengalaman.
Mulai dari yang pertama. Jejak Petualang, sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta yang memberiku gambaran seperti apa kondisi alam di daerah pelosok dan perbatasan nusantara. Entah kenapa aku merasa sangat tertarik untuk mengunjungi daerah-daerah seperti itu. Hati kecilku seperti terpanggil. Banyak hal-hal luar biasa yang pasti tersimpan disana.
Keinginanku bukan hanya sekedar untuk jalan-jalan semata. Lebih dari itu, aku ingin berbaur dengan penduduk setempat, merangkul mereka, memahami budaya mereka dan pada akhirnya mencoba mengenalkan mereka pada dunia yang telah banyak berubah tanpa mereka sadari. Aku ingin mendirikan sebuah yayasan sosial dimana aku bisa membangun sekolah-sekolah didaerah terpencil. Mengajari anak-anak bagaimana cara yang tepat untuk bertahan hidup di zaman yang serba modern. Aku akan mendatangkan guru-guru profesional. Aku berharap dengan mengirimkan guru-guru profesional dapat menggali potensi kecerdasan anak-anak daerah yang selama ini masih kurang digali. Setelah menyiapkan mereka secara matang pada pendidikan dasar, anak-anak dengan potensi yang memungkinkan akan aku kirim ke universitas-universitas terbaik di Indonesia. Aku tidak akan melepaskan mereka kecuali mereka sudah dapat mandiri. Dengan begitu, mereka mampu mencari penghidupan yang layak dengan tangan dan kaki mereka sendiri tanpa harus menggantungkan hidup pada orang lain.
Selain membangun sekolah, aku juga memiliki harapan dapat membangun sebuah usaha yang menjadi wadah bagi masyarakat setempat untuk mencari nafkah. Aku akan memanfaatkan kekayaan lokal. Setiap daerah pasti memiliki berbagai kerajinan khas masing-masing. Itulah yang akan aku kembangkan. Aku akan menggerakkan masyarakat untuk memproduksi kerajinan khas yang mereka miliki. Mereka tidak perlu repot-repot mencari siapa konsumen hasil produksi mereka. Usahaku itu berfungsi untuk membeli produksi kerajinan mereka secara langsung. Semacam pengepul barang hasil produksi. Kemudian aku akan memasarkan hasil produksi diluar daerah dan jika kondisi memungkinkan hasil produksi itu aku pasarkan di luar negeri. Apabila keadaan ini dapat diwujudkan, perekonomian daerah-daerah terpencil akan terangkat. Taraf hidup mereka akan naik. Pemerataan perekonomianpun dapat tercapai.
Itulah sedikit gambaran aktivitas yang ingin aku jalani dimasa 10 tahun mendatang. Untuk masalah pekerjaan, aku ingin menjadi seorang psikolog. Tak banyak alasan yang aku miliki. Aku hanya merasa bahwa mengamati segala tingkah laku manusia dan sifatnya itu menarik. Sedikit terdengar aneh dan tidak meyakinkan. Tapi memang seperti itulah adanya. Keinginan ini muncul tiba-tiba saat aku menyadari bahwa permasalah didunia ini semakin kompleks. Banyak orang-orang yang kehilangan motivasi memilih untuk mengakhiri hidup karena tak sanggup menanggung permasalahan yang semakin rumit. Aku ingin membantu memecahkan masalah. Dapat membuat orang lain tersenyum adalah hal menyenangkan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Sunggingan senyum dan ucapan terima kasih dari orang lain yang kita bantu itu lebih menyejukkan hati daripada imbalan materi.
Terkadang apa yang kita inginkan belum tentu sesuai dengan apa yang orang tua kita inginkan. Kedua orang tuaku ingin aku menjadi seorang guru SD. Mereka ingin dimasa mendatang aku bekerja ditempat yang dekat dengan rumah. Sebenarnya aku bersikeras tak mau jadi guru SD. Aku ingin pekerjaan yang tidak terikat pemerintah.
Hanya saja melawan arus kehendak orang tua bukanlah pilihan yang tepat karena akan membawa kesengsaraan pada kita nantinya. Aku sama sekali tak ada niatan seperti itu. Naudzubillah, jangan sampai. Pelan-pelan aku mencoba memahami keinginan mereka. Hingga aku menyadari bahwa aku adalah bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakakku tidak lagi tinggal satu rumah. Sudah sepantasnya akulah yang mengurus kedua orang tuaku kelak jika mereka sudah tua. Sebagai seorang anak, kehormatan terbesar adalah dapat berbakti kepada kedua orang tua.
Sebagai jalan tengah antara keinginanku dan keinginan kedua orang tuaku, saat ini aku berfikir mungkin aku akan menuruti nasihat orang tua terlebih dahulu. Baru setelah aku menjadi seorang guru SD aku berharap bisa melanjutkan studi di psikologi. Dengan begitu aku masih bisa memenuhi kewajiban sebagai anak tanpa harus mengorbankan mimpi-mimpiku.
Aku memang tahu mana yang aku sukai, tapi aku sama sekali tidak tahu mana yang terbaik untukku dimasa mendatang. Aku hanya berdoa, semoga Allah swt. menunjukan jalan mana yang terbaik untuk aku tempuh. Akan menjadi apa aku nantinya, satu-satunya harapanku adalah dapat membahagiakan kedua orang tuaku.
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar